2.1. Masuknya Jepang ke
Daerah-Daerah Indonesia
2.1.1 Kalimantan Timur
Ketika Perang Dunia ke II, Jepang ikut terjun dalam perang tersebut. Maka
muncul dugaan berdasarkan analisis politik akan terjadi peperangan di Lautan
Pasifik. Hal ini terbukti dengan meletusnya perang di Lautan Pasifik pada 8
Desember 1941 yang melibatkan Jepang di dalamnya. Perang ini disebut dengan
“Perang Asia Timur Raya” atau “Perang Pasifik”. Akibat dari perang tersebut
Belanda yang tergabung dalam front ABCD
(Amerika Serikat, Brittania/ Inggris, Cina, Dutch/ Belanda) melakukan perang
terhadap Jepang. Karena Jepang terlalu kuat maka Hindia Belanda-pun akhirnya
jatuh ke tangan Jepang setelah Belanda yang dibantu Sekutu melakukan berbagai
perlawanan tetapi tetap tidak mampu mengalahkan Jepang. Dan akhirnya Jepang
pada tanggal 10 Januari
1942 berhasil menduduki Indonesia yang berawal dari Kalimantan Timur yaitu di
daerah Tarakan kemudian Minahasa, Sulawesi, Balik Papan, dan Ambon.
2.1.2 Kalimantan Selatan
Sebelum tentara Jepang
memasuki Banjarmasin, AVC melakukan pembumihangusan. Pada tanggal 8 Pebruari
1942 ( malam hari ), kota Banjarmasin
Murung. Pasar sudimampir, dan pasar lima dirusak dan dibakar. Fort Tatas
yang dipergunakan untuk menyimpan karet dan beras untuk tentara, menyalah
dengan hebatnya. Pelabuhan, gedung-gedung, dan pusat listrik ikut rusak.
Percetakan Suara Kalimantan dan Bumi Putera juga habis dimakan api. Demikian
pula penyimpanan bensin di Benua Anyar dan Bagau di musnahkan. Semua kendaraan
militer di kumpulkan di Sungai Bilu dan di rusak satu persatu. Jembatan Coen,
satu-saunya jembatan untuk menyebrangi Sungai Martapura, di ledakan dengan
Dinamit sehingga menggentarkan seluruh kota banjarmasin. Pemerintah Belanda
Vacum dan diseluruh kota terjadi perampokan-perampokan. Pasar lama yang tidak
ikut terbakar diserbu rakyat. Gudang-gudang dan toko-toko milik orang Cina,
Belanda, dan Indonesia isinya dirampas oleh rakyat.
Pada tanggal 13 Pebruari 1942
tentara Jepang memasuki kota Banjarmasin. Sebagian datang dengan naik sepeda
dan sebagian lagi berjalan kaki. Walikota Van der Meulen dan kepala Borneo
Internaat Smith serta seorang China yang menyambut kedatangan jepang dipancung
di sisi reruntuhan jembatan Coen. Tiga hari kemudian barulah Jepang memulai konsolidasi
kekuasaannya yang mula-mula dilaksanakan oleh Rikugun ( Angkatan Darat ) yang
dikenal rakya dengan sebutan “ Cap Bintang “, setelah beberapa waktu kemudian
baru diambil alih oleh kaigun ( Angkatan Laut ). Kalimantan selatan sebagaimana
daerah Kalimantan lainya bersama dengan Sulawesi, Nusa Tenggara,Maluku, dan
Irian dengan pusat Makasar berada di bawah pemerintahan Kaigun atau Angkatan
Laut Jepang. Untuk mengembalikan keamanan didaerah Banjarmasin dan sekitarnya
dibentuklah Panitia Pemerintahan Civil ( PPC ), yang anggota-angotanya terdiri
atas pemuka-pemuka rakyat dan tokoh-tokoh pergerakan. Pemimpin-pemimpin
Banjarmasin pada wakti itu ialah : Pangeran Musa Ardikesuma, dr. Soedoro
Djatikoesoemo, Mr. Roesbandi dan Hadhariah M. Sedangkan untuk daerah Hulu
Sungai di Kandangan dipimpin oleh H.M. Syoekeri dan dr. Soemarno. Sebagai pusat
kegiatan ini PPC berkantor di bekas kantor gubernur Belanda.
Pada tanggal 18 Maret 1942
Jepang mengangkat kembali semua bekas pegawai Belanda dalam aparatur
pemerintahan. Srtuktur organisasi pemerintahan Belanda masih tetap dipakai,
kecuali untuk jabatan penting yang dahulu di pegang oleh orang Belanda kemudian
dipegang oleh orang Jepang.
Pada tanggal 1 April Pimpinan
pemerintaha sipil yang di pegang oleh W. Okomoto diserahterrimahkan kepada
Omori bersama seorang pembantunya bernama K. Shogenji, seorang dokter gigi dan
mata-mata Jepang yang pernah tinggal di Banjarmasin. Pimpinan pemerintahan yang
baru ini segerah melakukan tindakan-tindakan sebagai berikut :
1) Semua pelarian KNIL termasuk Gubernur Haga
dan pegawai Belanda dijemput dari Dayak Besar untuk kemudian bersama
orang-orang Eropa dan Cina yang dicurigai dimasukan kedalam Kamp Konsentrasi
Tatas;
2)
Perbaikan
jembatan Coen, sentral lisrik “ amiem”
di betulkan kembali dengan segera. Khusus untuk perbaikan Jembatan Coen di
keluarkan biaya sebesar f. 8.000,00. Jembatan ini diperlebar dari 7 m menjadi
8,60 m, dan untuk tempat berjalan kaki diperlebar dari 1,20 m menjadi 2 m. Pada
tanggal 25 Agustus 1942 Jembatan Coen ini diresmikan oleh pemerintah Jepang
dengan nama Jamato Bashi.
3)
Keamanan
dan ketertiban umum ditegakan dengan cara Jepang, yaitu dihukum mati bagi siapa
saja yang salah dihadapan umum dan ditonton rakyat.
4)
Kebudayaan
asing dilarang, dan bahasa yang boleh dipakai disekolah-sekolah hanya bahasa
Jepang serta bahasa Indonesia sebagai penganKebudayaan asing dilarang, dan
bahasa yang boleh dipakai disekolah-sekolah hanya bahasa Jepang serta bahasa
Indonesia sebagai pengantar umum;
5)
Semua
organisasi pergerakan rakyat di larang; dan
6)
Semua
radio milik rakyat disegel.
2.1.3 Kalimantan Tengah
Semenjak tahun 1941 seluruh Kalimantan berada di bawah kekuasaan Angkatan
Laut Jepang yang bernama Borneo Menseibu dengan pimpinan nya di sebut Borneo
Menseibu Cukan pusat pemerintahan Jepang ini Kerajaan-Kerajaan yang ada sewaktu
mereka masuk tetap dipertahankan hanya saja kekuasaan sama sekali tidak ada.
Kemudian daerah-daerah yang dulunya Districk atau Onderdistrik berubah seperti
Distrik Dusun Timur dijadikan menjadi Onderdistrik dari Distrik kelua / Hulu
Sungai.
Jepang
masuk di Kalimantan tidak mendapat perlawanan dari orang Dayak karena jepang
mengatakan bahwa, Jepang adalah saudara tua yang membebaskan orang Dayak dari
penjajahan Belanda. Itu sebabnya tidak mendapatkan perlawanan sewaktu jepang
menginjakan kakinya di bumi kalimantan.
2.1.4 Sumatera Selatan
Hari itu tanggal 13 Februari
1942 pagi hari , tentara Jepang bersiap menyerang Kota Palembang, persiapan
dilaksanakan dari pangkalan militer perang Jepang di Malaysia. dengan kekuatan
udara Jepang bersiap menyerang Palembang yang saat itu masih diduduki oleh
Belanda.
Kekuatan Angkatan Laut Jepang
juga ikut bergerak menuju Palembang. Alasan utama Jepang mengambil Palembang
dari tangan Belanda adalah embargo minyak yang diberlakukan America terhadap
Jepang. Tidak ada jalan lagi kecuali mengambil alih kekuasaan Belanda di
Palembang, karena Palembang merupakan basis minyak bagi pemerintahan Belanda di
Indonesia saat itu, bahkan minyak yang di ambil Belanda dari Palembang juga
dijual ke negara-negara eropa termasuk Amerika.
Akhirnya Jepang dapat menguasai Sungai Grong dan
Plaju, inilah awal cerita penderitaan warga Sumatera Selatan akan kekejaman
penjajahan Jepang. Peristiwa ini memang tidak pernah di ekspos oleh media,
entah mengapa mungkin karena tidak begitu penting. tapi dalam catatan sejarah
Perang Asia Pasific peristiwa penyerangan terhadap Palembang ini adalah
peristiwa yang sangat penting karena Rencana penyerangan langsung atas Perintah
Kaisar Jepang.
2.1.5 Jambi
Pendudukan Jepang atas daerah jambi dimulai dengan
masuknya tentara Angakatan Darat Jepang yang dipimpin oleh Kolonel Namora
melalui kota Palembang dan Padang. Setelah Palembang jatuh ketangan tentara
Jepang pada tanggal 14 Pebruari 1942 , maka dari Palembang tentara Jepang
menyerbu masuk Lubuk Linggau, yang jatuh ketangan Jepang tanggal 21 Pebruari
1942. Selanjutnya setelah Jepang menduduki Muara Rupit tanggal 23 Pebruari
1942, yang diikuti Sorolangun Rawas pada tanggal 24 Pebruari 1942, tentara
Jepang menyerbu masuk daerah Jambi.
Dari
daerah Palembang, Serbuan tentara Jepang diarahakna ke daerah Sorolangun Jambi,
dan dapat diduduki Jepang tanggal 25 Pebruari 1942. Sehari kemudian Bangko dan
Rntau panjang diduduki pula. Kemudian setelah melakukan pertempuran sehari semalam,
pada tanggal 28 Pebruari 1942, Muara Bungo dapat diduduki Jepang tanggal 2
Maret 1942,. Di Muara Tebo tentara Jepang dibagi atas dua bagian, satu bagian
bertugas untuk menyerang pertahanan tentara Belanda di Pulau Musang, dan satu
bagian lagi bertugas untuk menyerang kota Jambi. Dalam pertempuran di Pulau
Musang, Kolonel Namaro tewas, sedangkan tentara Jepang yang bertugas menyerang
Jambi di bawah pimpinan Kapten Orito dapat menduduki kota Jambi tanggal 4 Maret
1942.
Adapun daerah Kerinci,
dimasuki dan diduduki oleh tentara Jepang yang datang dari Padang. Padang
diduduki Jepang pada tanggal 17 Maret 1942.
Setelah seluruh daerah Jambi
dikuasai oleh Jepang dalam Waktu yang sangat singkat, maka pada tanggal 10
Maret 1942 disusunlah pemerintahan oleh bala tentara Jepang.
Pada dasarnya susunan
pemerintahan Belanda didaerah Jambi, oleh Jepang masih tetap di pertahankan.
Perubahan yang dilakukan oleh Jepang ialah menggantikan nama dan istilah
pemerintahan Belanda dengan istilah atau nama Jepang. Keresidenan di tukar
dengan Syu, sedangkan residen ditukar
dengan Syucokan. Afdeling yang
dikepalai oleh Kontrolin disebut Bansyu dan
dikepalai oleh Bansyuco. Onderafloling/distrik yang dikepalai oleh Demang
ditukar dengan nama Gun yang
dikepalai oleh Gunco. Kemudian daerah Onderdistrik yang dikepalai oleh Asisten
Demang disebut Fuku Gunco.
Secara struktural pemerintahan
daerah Jambi pada masa pendudukan Jepang dapatlah digambarkan Sebai berikut:
Syucokan Jambi dalam
menjalankan pemerintahan di Daerah Jambi dibantu oleh :
- Somobuco,
Kepala Pemerintahan Umum.
- Keizabuco,
Kepala Perekonomian.
- Keimoboco,
Kepala Kepolisian.
Pada waktu itu, Pemimpin
Angkatan Perang Jepang setelah menguasai seluruh Sumatera dipusatkan di Bukit
Tinggi, dan oleh karena Panglima Angkatan Perang Jepang di Sumatera merangkap
pula sebagai Kepala Pemerintahan Sipil untuk seluruh Sumatera, maka ibu kota
Sumatera dipindahkan dari Medan ke Bukit Tinggi. Dengan demikian Syucokan Jambi
tunduk kepada Gunzeikan yang berkedudukan di Bukit Tinggi.
Adapun dalam hal pembagian
Wilayah Jambu-Syu, Jepang tetap berpedoman kepada susunan wilayah zaman
pemerintahan Belanda di Jambi. Oleh karena itu daerah Kerinci masih tetap masuk
ke dalam Sumatera Barat. Sejalan dengan itu, maka Jambi-Syu terdiri atas tujuh
Bunsyu yaitu :
- Bunsyu
Jambi
- Bunsyu
Tembisi
- Bunsyu
Tungkal
- Bunsyu
Tebo
- Bunsyu
Bungo
- Bunsyu
Bangko
- Bunsyu
Sorolangun.
2.1.6
Bengkulu
Balatentara Jepang datang di
Bengkulu pada bulan Juni 1942 dari Palembang, melalui jalan darat lintas
Lahat-Lubuk Linggau-Curup-Bengkulu. Pada saat Jepang datang, Bengkulu telah
dikosongkan oleh Belanda. Hanya terdapat beberapa pejabat di antaranya Residen
Belanda yang bernama Groenneveld. Tanpa perlawanan yang berarti Jepang berhasil
menguasai Bengkulu dengan mudah. Pada mulanya rakyat menerima dengan baik
kedatangannya. Hal itu disebabkan oleh karena pada mulanya Jepang bersikap
ramah-tama, bahkan bersikap sebagai saudara tua. Terutama organisasi pergerakan
waktu itu di antaranya Perindra berorientasi cukup baik pada Jepang, bahkan menganjurkan
agar masyarakat menerimah dengan baik kedatangannya. Untuk menarik hati rakyat,
maka kalau pada Zaman Belanda untuk masuk kantor Residen ter;lampau formal maka
pada zaman Jepang setiap orang bebas untuk masuk kedalamnya. Kepada rakyat
ditanam jahatnya pemerintahan Kolonial Belanda dan membujuk rakyat untuk
membantu usaha peperangan Jepang untuk melenyapkan Kolonial. Segerah
dipropagandakan pergerakan 3A ( Nippon pelindung Asia, cahaya Asia, Pemimpin
Asia ). Sisa-sisa melarikan diri di tawan. Residen Belanda dan seorang penjaga
Penjara ( orang Bengkulu asli di hukum mati ).
Kedatangan Jepang diperlancar
berkat jauh sebelum pasukan-pasukannya diterjunkan di Bengkulu, di daerah ini
sejak jaman Belanda telah banyak orang-orang Jepang membuka usaha. Bahkan
menurut perkiraan mereka ini bukanlah semata-mata untuk berdagang dan usahawan
biasa, namuan aktif membantu keberhasilan Negara leluhurnya. Fakta bisa
ditunjukan sebagai berikut : Matsukawa yang sejak lama telah tinggal di
Bengkulu, pada jaman Hindia Belanda dia membuka kedai minuman es kacang, Bung
Karno erat hubungannya dengan Matsukawa ini, kerapkali terlibat dalam
pembicaraan-pembicaraan rahasia, tentunya diusahakan tanpa sepengetahuan polisi
rahasia yang senantiasa mengawal Bung Karno dengan ketat. Pertemuan mereka
sekali-kali ditemani oleh inggit Gernasih, diduga ada pembicaraan rahasia.
Bungkarno sendiri tidak menyaksikan Jepang masuk di Bengkulu. Beberapa saat
sebelum Jepang masuk Bung Karno telah di
amankan oleh Belanda ke Padang dengan Jalan darat arah Muko-muko, Sedangkan
Matsukawa oleh penguasa pemerintahan Jepang diberi fungsi sebagai penterjemah,
kemudian secara berturut-turut nasibnya terangkat menjadi kepala P dan K,
Setelah itu menjadi kepala Bagian pemerintahan Umum.
2.1.7 Bali
Jepang mendarat di
Bali tanggal 17 Februari 1942. Di era penjajahan Jepang ini, perkembangan organisasi-organisasi
politik terhenti.
Jepang melarang dan membubarkan berbagai organisasi politik. Keadaan penduduk
semakin lama semakin menderita. Hal ini karena Jepang mengerahkan segenap
penduduk untuk mendukung perang. Banyak penduduk yang dijadikan romusha dan
harta bendanya dirampas. Kondisi tersebut berlangsung sampai Jepang menyerah
kepada sekutu dan dilanjutkan dengan proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia.
Pada awal
kemerdekaan, Bali termasuk ke dalam provinsi Sunda Kecil. Sewaktu era negara
serikat, Bali termasuk ke dalam Negara Indonesia Timur (NIT). Setelah Indonesia
kembali menjadi negara Kesatuan, Bali kembali menjadi bagian dari Republik
Indonesia dan pada tahun 1958 Pulau Bali menjadi berstatus Provinsi.
2.1.8 Bangka Belitung
Tahun 1942, 28 Februari, Jepang melakukan serangan
udara terhadap Belitung. Ini
menimbulkan kepanikan luar biasa, sekolah ditutup, orang-orang kota bersembunyi ke hutan dan
kampung-kampung. Orang Eropa dievakusi ke Jawa, dua buah kapal yang membawa
mereka ditenggelamkan. Tahun 1942, 10 April, Jepang masuk ke Belitung, pegawai
NV GMB di internir. Demang KA. Moh.Yusup ditunjuk Jepang sebagai Pengganti
asistent residen untuk waktu tiga bulan dan bertanggung jawab kepada komandan
militer.
Tahun 1943, Januari, sekolah-sekolah
dibuka lagi, upaya mendatang bahan makanan untuk rakyat. Perbaikan
besar-besaran terjadi termasuk pembukaan tambang-tambang timah. NV GMB dirubah
menjadi MKK yaitu “Mitsubishi Kogyoka Kaisha”. Tambang terowongan di Gunung
Selumar dibuka lagi khusus untuk menggali bijih besi dan tembaga.
Tahun 1943, peladangan padi
dibangun Jepang di Perpat selama 6 bulan dan menghasilkan 800 ton padi ladang. Tahun
1943, Jepang membuka pelabuhan bebas, Belitung berkembang pesat dan ramai,
dibuka sekolah pertukangan perahu di Manggar. Dan perahu-perahu 50 ton ke atas
dibangun.
2.1.9 Aceh
Seperti banyak
penduduk Indonesia dan Asia Tenggara lainnya, rakyat Aceh menyambut kedatangan
tentara
Jepang saat mereka mendarat
di Aceh pada
12 Maret 1942, karena Jepang berjanji membebaskan mereka
dari penjajahan. Namun ternyata pemerintahan Jepang tidak banyak berbeda dari
Belanda. Jepang kembali merekrut para
uleebalang untuk mengisi jabatan
Gunco dan Sunco (kepala adistrik dan subdistrik).
Hal ini menyebabkan kemarahan para ulama, dan
memperdalam perpecahan antara para ulama dan uleebalang. Pemberontakan
terhadap Jepang pecah di beberapa daerah, termasuk di Bayu, dekat Lhokseumawe,
pada tahun 1942, yang dipimpin Teungku Abdul Jalil, dan di Pandrah dan Jeunieb, pada tahun 1944.
2.1.10 Sumatera Barat
Jepang
masuk di Sumatera Barat (Minangkabau) tanggal 13 Maret 1942 dan empat hari
setelah itu hampir semua kota penting diduduki tanpa perlawanan
dari Belanda. Seiring dengan itu di Padang dilaksanakan serah terima kekuasaan
atas Sumatera Barat antara Jepang dan Belanda. Kadatangan Jepang ke Sumatera
Barat pada awalnya sangat mencemaskan masyarakat, namun dalam berbagai
kesempatan Jepang menyerukan bahwa kedatangannya adalah sebagai saudara tua
untuk membebaskan rakyat dari penjajahan barat. Jepang menyiarkan slogan “Asia
untuk Asia” melalui agen-agen mereka. Rakyat banyak di berbagai kota menyambut
kehadiran Jepang dengan sangat antusias, terutama rakyat yang tidak mengerti
sama sekali dengan perkembangan politik global.
Dalam
menjalankan roda pemerintahannya di Sumatera Barat, Jepang pada awalnya tidak
banyak melakukan perubahan struktur pemerintahan, kecuali perubahan nomenklatur
ke bahasa Jepang seperti Sumatera Westkust diganti Sumatra Neishi
Kaigun shu, Asisten Residen diganti dengan Bun Shuco, afdeling
dengan Bun, Onder afdeling dengan Fuku Bun, Distrik
dengan Gun, dan seterusnya. Jepang juga masih menggunakan
pegawai-pegawai pribumi yang dulu pernah bekerja dengan Belanda. Ini disebabkan
oleh karena bangsa Jepang yang datang pertama kali adalah serdadu-serdadu yang
tidak mengerti soal pemerintahan sipil. Jepang juga tidak melarang rakyat di
daerah ini mengibarkan bendera Merah Putih bergandengan dengan bendera Hinomaru.
Rakyat diberi kebebasan untuk mendirikan perkumpulan-perkumpulan dan
sekolah-sekolah. Pemimpin masyarakat juga dibolehkan,--bahkan menganjurkan--
untuk mendirikan Komite Rakyat yang bergerak di bidang sosial, terutama
mengurangi ekses akibat perang.
Keadaan
seperti digambarkan di atas ternyata tidak berlangsung lama. Setelah Jepang
merasakan makin terdesak oleh pasukan gabungan Sekutu, “keramahan” Jepang
terhadap rakyat mulai berbalik seratus delapan puluh derajat. Apalagi keperluan
finansial bagi perang menghadapi Sekutu makin meningkat, sementara sumber
penghasil tidak bertambah. Karena itu kebijakan eksploitasi tenaga kerja
rakyat untuk kepentingan Jepang mulai terlihat. Rakyat dipaksa bekerja pada
pabrik-pabrik. Penyiksaan-penyiksaan kejam terhadap rakyat yang membangkang
oleh kempetai terlihat dimana-mana. Kebebasan para pemimpin rakyat dibatasi,
demikian juga organisasi dan perkumpulan hanya diperbolehkan melaksanakan
kegiatan yang berorientasi pengabdian bagi kepentingan Jepang.
2.1.11 Sumatera Utara
Pada tanggal 13
Maret 1942, Tentara Jepang memasuki Medan. Mereka kemudian menduduki Mesjid
Raya untuk dijadikan benteng. Dalam waktu singkat, pasukan Jepang dapat
menduduki kota-kota penting di Sumatera Utara. Raja-raja di Sumatera Utara
kemudian diperintah untuk membantu pelaksanaan berbagai kebijakan pemerintah Jepang.
Jepang memerintah di Sumatera Utara secara sewenang-wenang, dan menyengsarakan
rakyat. Diantara kebijakan yang menyengsarakan rakyat adalah Romusha.
Romusha bertujuan memobilisasi seluruh rakyat untuk membantu Jepang dalam
pembangunan pertahanan di kawasan Asia Tenggara. Banyak diantara para romusha
ini dikirim ke luar negeri seperti Birma, Thailand dan tempat lain untuk
dipekerjakan secara paksa dan tidak manusiawi.
2.1.12 Jawa Barat
Pada malam hari, Menjelang tnggal 1 Maret 1942,
angkatan perang Jepang melakukan pendaratan di Merak dan Teluk Banten serta
Eretan di Indramayu. Gerak majunya ke daerah pedalaman Jawa Barat tidak dapat
di tahan lagi. Dalam strateginya memnghadapi serbuan Jepang maka oleh Belanda,
Bandung dan sekitarnya dijadikan kubu pertahanan yang terakhir. Pasukan Jepang
dari arah Banten berhasil menduduki Batavia diganti namanya menjadi Jakarta,
dan Bogor juga diduduki Jepang. Kemudian Sukabumi dan Cianjur. Yang mendarat di
Eretan ialah suatu kesatuan tentara dibawah pimpinan Kolonel Shoji dengan tugas
utamanya menggempur pangkalan angkatan udara Kalijati dan menduduki kota Subang
di samping menjelang tentara Belanda yang mengundurkan diri dari Batavia ke
Bandung.
Pendaratan
tentara Jepang di Eretan baru di ketahui oleh pihak Belanda pada tanggal 1
Maret 1942 siang. Angkatan Udara Belanda yang di kirimkan dari Kalijati untuk
menyergap pendaratan di Banten dapat digagalkan oleh pesawat-pesawat pemburu
Jepang. Gerakan tentara Jepang tak dapat ditahan lagi. Mereka terus maju ke
Kalijati dan sebagian menuju Subang. Kemunculan tentara Jepang yang begitu
cepat di Kalijati menimbulkan ke panikan di kalangan Tentara Belanda dan sekutu
yang sedang mempertahankan pangkalan udara tersebut. Mereka karena telah
terpukul mentalnya, dengan tergesah-gesah meninggalkan Kalijati dengan maksud
untuk mencapi Bandung lewat Subang. Tetapi ketika sampai di Subang mereka di
Cegat oleh tentara Jepang yang telah masuk di sana.
Jepang
dengan mudah dapat merebut pangkalan angkatan udara Kalijati pada tanggal 5 Maret
1942. Pesawat-pesawat pembom RAF ( angkatan udara inggris ), yang sudah terisi
Bom ditinggalkan begitu saja oleh para pengemudinya. Ini menunjukan betapa
merosotnya semangat tempur di pihak Belanda dan Sekutu.
2.1.13 DKI Jakarta
Mengingat
letak giografis bangsa indonesia yang berkepulauan ditamabah pula Belanda
sendiri tidak memiliki armada laut dan udara yang cukup kuat maka dengan mudah
Jepang akhirnya dapat menduduki satu demi satu kepulauan Indonesia dari tangan
Belanda ketika meletus perang Pasifik pada tahun 1941. Kelemahan lain dari
pihak Belanda yakni tidak memikirkan pertahanannya untuk seluruh wilayah yang
didudukinya akantetapi hanya memusatkan kekuatannya di pulau jawa saja.
Bantuan
yang di harapkan dri Inggris tidak akan mungkin diperoleh karena Inggeris
sendiri harus mempertahankan tanah jajahannya yang sangat luas di Asia.
Akhirnya karena posisi yang sudah terdesak maka pada bulan April 1941
berlangsung pembicaraan denag Jendral Mc. Arthur di Singapura mengenai
masa-masa kerjasama untuk mempertahankan Pilifinah dan Hindia Belanda. Akan
tetapi karena masing-masing pihak mempunyai kepentingan sendiri-sendiri maka
usaha tersebut tidak berhasil sebagaimana yang diharapkan. Inggeris bermaksud
mempertahankan mati-matian Singapura dan Birma sedangkan Amerika Serikat atas
Pilipina.
Usaha
selanjutnya guna mempersatukan komando di Asia Tenggara maka dibentuk komando
ABDA di bawah pimpinan letnan Jendral Sir Archibald Wavell sebagai panglimanya.
Ia mulai menempati posnya di Jakarta pada tanggal 10 Januari 1942. Dengan
keunggulan sistem atau taktik “Blitzktieg” nya maka dalam waktu yang relatif
singkat akhirnya daerah pertahanan sekutu jatuh ketangan Jepang. Berturut-turut
Muang Thai dan Malaya (21 Desember 1941), Singapura (15 Pebruari 1942), dan Pilipina
( 6 Mei 1942 ). Di Indonesia satu demi satu pula kota-kota penting diduduki
Jepang setelah menghadapi perlawanan yang tidak berat tidak berarti dari pihak
Belanda.
Pada
tanggal 27 Pebruari 1942 terjadi pertempuran di laut di Laut Jawa. Untuk menduduki
pulau Jawa sebagai tempat terkuat yang dipertahankan Belanda maka Jepang
menggunakan kekuatan yang berlipat ganda. Pada tanggal 5 Maret 1942 Jepang
mendarat di Banten. Pemerintah Hindia Belanda dengan tergesah-gesah mencetak
selebaran yang menyatakan bahawa kota Batavia adalah kota terbuka dan akan
menerima kedatangan serdadu utusan Tenno.
Pintu
kekalahan bagi Belanda sudah terbuka. Pernyataan kota Batavia sebagai kota
terbuka yang mereka umumkan melalui selebaran tidak menjadi alasan bagi Jepang
untuk tidak melakukan penyerangan. Karena menyadari akan kekalahannya, maka
pada tanggal 8 Maret 1942 Letnan Jendral Ter Poorten menandatangani penyerahan
Hindia Belanda tanpa syarat kepada Jepang di Kalijati.
Pada
permulaan Maret 1942 di Kantor Residen Batavia diadakan upacara penyerahan
Batavia ke tangan balatentara Jepang dengan disaksikan oleh ribuan rakyat
Jakarta. Dengan demikian kelihatan dengan jelas betapa tidak mampunya Balanda
manghadapi Jepang. Kenyataan tersebut di atas menunjukan bahwa zaman penjajahan
Belanda yang telah banyak mendatangkan kesengsaraan bagi Bangsa Indonesia
umumnya dan rakyat Jakarta khususnya dengan demikian tamatlah riwayatnya.
Dengan demikian Jepang menggantikan peranan Belanda.
Jepang
datang dengan semboyan persaudaraan sebagian dari ajaran Shinto tentang
Hakko-ichi-u yaitu dunia sebagai satu keluarga. Jepang bertindak sebagai “ saudarah tua “ berkewajiban membantu “
saudara muda” nya yang telah tertindas oleh kekejaman Belanda
Untuk
mewujudkan ajaran Shinto tersebut maka harus dihimpun gelongan-golongan yang
disegani masyarakat seperti alim ulama, guru, pamongpraja, serta golongan
pemuda. Jepang menyadari bahwa untuk dapat menguasai hari depan mereka maka
harus menguasai para pemuda. Pada masa permulaan pendudukan Jepang organisasi
masyarakat yang dibenarkan hanyalah pergerakan 3A . Dengan perantaraan AAA
itulah dihimpun “ Barisan pemoeda Asia Raya” dengan didahului terbentuknya
sebuah komite yang di ketahui oleh Dr. Slamet Sudibjo. Kantor pusat 3 A, yaitu
Gambir Barat 2 Jakarta.
Untuk
lebih meyakinkan rakyat atas maksud baik Jepang, maka pemimpin yang diasingkan
pada masa penjajahan Belanda dikembalikan, antaralain Bung Karno dan Bung Hatta
pemimpin itu akhirnya di ajak berkerjasama guna mewujudkan cita-cita
Hakko-ichi-u dengan sasaran: “ Kemakmuran bersama Asia Timur Raya.”
2.1.14 Jawa Tengah
Tentara jepang mendarat di jawa tengah pada malam
hari tanggal 28 Pebruari, menjelang 1 Maret 1942 tentara jepang melakukan
pendaratan di Keresidenan Rembang, sekitar Lasem ( desa Kranggan ), sebelah
timur Kota Rembang dengan kekuatan dengan tiga atau empat devisi.
Pendaratan
dilakukan didaerah ini, karenah lemahnya pertahanan di sana diharapkan dapat
bergerak cepat sehingga dengan mudah dapat memotong garis hubungan antara
pertahanan belanda di Jawa Timur dan Jawa Barat. Seperti di ketahui bahwa
pertahanan tentara kolonial di Jawa Tengah kecil sekali, sebab menjelang akhir
Pebruari 1942 Resimen Infantri yang berkedudukan di Jawa Tengah dan Pasuakn
Alteleri di Salatiga di angkut ke Jawa Barat, yang tertinggal hanya beberapa
formasih “ Landstorm” dan detasemen yang merupakan gabungan batalion yang
berada di Yogyakarta dan Surakarta serta
Kompi dari Legiun Mangkunegaran. Akibatnya pertahanan pasukan kolonial Belanda
hanya berhasil mengadakan aksi hambatan di sepanjang jalan yang di lalui
pasukan Jepang. Daerah Surakarta dan Yogyakarta, beberapa hari kemudian jatuh
ke tangan Jepang.
Jendral
Coc, kemudian memusatkan pasukannya di tepi barat sungai serayu dengan tujuan
menghalangi gerak maju pasukan Jepang ke daratan tinggi Priangan, karena kota
Cilacap pada tanggal 4 dan 5 Maret 1942 mengalami tekanan berat terpaksa di
tinggalkan oleh KNIL. Masunya Jepang juga dari desa Abal (Kabumen ) dan
Cilacap. Cilacap di jadikan tempat penampungan tentara Belanda untuk gerakan
melarikan diri ke Australia.
Perlu
diketahui bahwa suksesnya bala tentara Jepang yang dengan cepat menguasai
wilayah Jawa Tengah ditentukan oleh persiapan yang mendahuluinya seperti
menempatkan mata-mata di berbagai kota, baik sebagai pedagang atau penjual
pompa air seperti di Cepu dan Pekalongan. Secepatnya Jepang mendarat di Jawa.
Maka dibentuk suatu pemerintahan untuk menggantikan pemerintahan kolonial
Belanda yang telah mereka tinggalkan.
Pemerintah
Bala tentara jepang didasarkan Undang-undang Bala Tentara Jepang Dai Nippon
yang tercantum dalam Osamu Seirei No. 1 .
Pasal 1 : Karena Bala tentara Dai Nippon
berkehendak memperbaiki nasib rakyat
Indonesia yang sebangsa dan seturunan dengan bangsa Nippon, dan juga hendak
mendirikan ketentraman yang teguh untuk hidup makmur bersama-rakyat Indonesia
atas dasar mempertahankan Asia Timur Raya bersama-sama, maka dari itu Bala
Tentara Dia Nippon melangsungkan pemerintahan militer buat sementara waktu di
daerah-daerah yang telah didudukinya , agar supaya pada keamanan yang sentosa
dan segerah.
Pasal 2 : Pembesar Bala Tentara Dai Nippon
memegang kekuasaan pemerintahan militer yang tertinggi dan juga segala
kekuasaan yang dahulu ada di tangan gubernur jendral.
Pasal 3 : Semua badan pemerintahan dan
kekuasaannya, hukum dan undang-undang pemerintah yang dahulu, tetap diakui sah,
buat sementara waktu asal saja tidak bertentangan dengan aturan pemerintah
militer .
2.1.15 DIY Yogyakarta
Pada
tanggal 6 Maret 1942 Jepang masuk kota Yogyakarta. Iring-iringan truk yang di
tumpangi bala tentara Jepang disaksikan oleh orang-orang di sepanjang jalan
dengan rasa tidak ketakutan. Iringan tentara jepang itu melewati jalan
Malioboro menuju ke arah selatan yaitu ke Senisono sambil menyeruhkan :” Nippon
Indonesia sama-sama merdeka” dan sebagainya untuk mendapatkan perhatian
masyarakat sepanjang jalan. Di sana sini itulah gambar raja Belanda di
tusuk-tusuk dengan Bayonetnya bala Tentara Jepang. Dalam waktu singkat saja
kota Yogyakarta dikuasai Jepang dan sebagai markas tentara Jepang di hotel
Garuda Yogyakarta sekarang.
Pada tanggal 8 Maret 1942
Jepang masuk, diterimah dengan sangat gembirah oleh rakyat banyak. Pemerintah
Hindia Belanda menyerah tanpa syarat di Kalijati, Jawa Barat kepada Jepang.
Sejak itu beralihlah dari penjajahan kolonial Belanda ke penjajahan Jepang.
Berbeda dengan jaman Hindia Belanda di mana terdapat pemerintahan militer.
Pulau Jawa dan Sumatera di perintah oleh angkatan Darat, sedangkan daerah
Indonesia lainnya diperintah oleh Angkatan Laut Jepang.
2.1.16 Nusa Tenggara Barat
Berita
pendaratan bala tentara Jepang di Pulau Jawa dan menyerahnya pemerintah Belanda
kepada kekuasaan Jepang itu di sambut lega, terutama oleh pemimpin-pemimpin
pergerakan kebangsaan di daerah Lombok dan Pulau Sumbawa. Mereka mengharapkan
bahwa dengan kekuasaan Jepang itu keadaan ekonomi dan politik akan lebih baik
dari pada keadaan sebelumnya. Kabar mengenai penyerahan Belanda kepada tentara
Jepang memberikan semangat kepada pemuda-pemuda untuk mengambil alih kekuasaan
dari tangan Belanda seperti yang terjadi di Bima (Sumbawa Timur), yang di
pelopori oleh pemuda-pemuda dari Hizbulwatan dan pemuda Ansor. Tetapi sebelum
tindakan itu dilaksanakan, pada tanggal 5 april 1942 orang-orang Belanda yang
ada di Bima melarikan diri ke Sumbawa Besar sambil menyelamatkan
harta-bendanyaseperti uang dan perhiasan. Di Sumbawa Besar mereka mempersiapkan kekuatan
dengan mendatangkan polisi dari Lombok.
Pada
tanggal 8 Mei 1942 Angkatan Laut Jepang dengan di lindungi pesawat-pesawat
terbang mendaran di ampenan. Empat hari kemudian pada tanggal 12 Mei 1942
Angkatan Darat Jepang mendarat pula di Labuhan Haji ( Lombok Timur ). Sejak itu
pemerintahan Belanda di pulau Lombok pun berakhir. Tanggal 17 Juli 1942 Jepang
mendarat di Pulau Sumbawa. Baik di Lombok maupun di Sumbawa Jepang mendarat
tanpa perlawanan sedikitpun dari pihak Belanda. Keadaan memberikan kesadaran
kepada penduduk bahwa orang Eropa, khususnya Belanda sangat takut kepada orang
kulit berwarna. Hal ini juga membangkitkan harga diri kepada setiap pemimpin
rakyat bahwa bila dilawan Belanda tidak berani.
Di
kota Selong ( Lombok Timur ) Jepang mengadakan rapat yang dihadiri oleh
pemuda-pemuda dan pemimpin rakyat yang bertempat di bekas kantor Kontrolir.
Seorang pemimpin Angkatan Darat Jepang yang berpangkat Kapten menjelaskan
maksud perang Asia Timur Raya ialah untuk membebaskan rakyat Asia dari
penindasan bangsa Barat, dan disana di sambut ceria dan rasa optimisme oleh
para pemuda, Kekuatan Tentara Jepang di Lombok seluruhnya bermarkas di Mataram
( Lombok Barat ). Kekuatan di pulau Sumbawa berpusat di Bima( Sumbawa Timur ).
2.1.17 Gorontalo
Pada tanggal 23 Januari 1942,
rakyat Gorontalo dengan dipelopori oleh Nani Wartabone berjuang dan menyatakan
kemerdekaan, sekaligus membentuk pemerintahan sendiri. Kondisi awal tahun 1942
ini memang merupakan era yang sangat menyulitkan Belanda. Pada saat itu, negaranya diduduki
Jerman dan di Asia, Jepang mulai menebarkan peperangan. Situasi tersebut dipakai Wartabone
untuk mengusir kekuasaan kolonial Belanda dan menyatakan Gorontalo merdeka. Mereka
kemudian membentuk Dewan Nasional untuk menjalankan pemerintahan, terdiri dari
Nani Wartabone, Koesno Danoepojo, Oesoep Reksosoemitro, dan Aloei Saboe.
Pada tanggal 16 Desember 1942,
Tentara Jepang yang dipimpin oleh Laksamana Mori mendarat di Gorontalo dan
menangkap para pejuang kemerdekaan. Gorontalo kemudian disatukan dengan daerah
lain ke dalam wilayah Provinsi Sulawesi.
Pasca Proklamasi 17 Agustus
1945, Gorontalo menjadi bagian dari Provinsi Sulawesi yang berpusat di
Makassar. Belanda yang waktu itu masih berkeinginan menjajah Indonesia, membuat
strategi pecah belah. Mereka berusaha memecah Indonesia menjadi beberapa
negara. Mereka mendirikan Republik Indonesia Serikat (RIS) yang terdiri dari 16
negara bagian. Gorontalo, waktu itu menjadi bagian dari Negara Indonesia Timur
(NIT), sebuah negara bagian di Republik Indonesia Serikat (RIS).
Karena tidak sesuai dengan
kehendak rakyat, tahun 1950, RIS dibubarkan dan Negara Keatuan Republik
Indonesia (NKRI) kembali berdiri. Sejak saat itu, Gorontalo kemlabi menjadi bagian dari
Provinsi Sulawei. Sepuluh tahun setelah kembali ke NKRI, tepatnya pada tanggal
20 Mei 1960, Kotapraja Gorontalo berdiri. Pada tahun 1965 Kotapraja ini berubah
statusnya menjadi Kotamadya Gorontalo hingga tahun 1999.
2.1.18 Sulawesi Tengah
Dengan datangnya pemerintaha
Jepang maka praktis di daeara Sulawesi Tengah berlaku administrasi pemerintahan
bala tentara Jepang. Pada tanggal 7 Maret 1942 bala tentara jepang mengeluarkan
Undang-Undang no. 1 yang berisi bahwa segala ketentuan ketatanegaraan yang
tidak bertentangan dengan pemerintahan militer tetap berlaku.
Karena
itu, maka susunan pemerintahan Sulawesi Tengah tetap sja seperti pada masa
pemerintahan Hindia Belanda, hanya atasannya saja yang berubah. Oleh sebab itu,
tidak mengherankan di kemudian hari raja-raja di curigai oleh pemerintah Jepang
sebagi mata-mata musuh dan mengadakan rencana untuk membunuh. Raja-raja yang
memerintah masih tetap angkatan belanda dulu.Kalau pada zaman pemerintahan
Belanda atasanya orang Belanda, maka pada zaman Jepang maka kedudukan itu
ditempati oleh orang-orang Jepang. Jadi, kerajaan-kerajaan tetap berdiri
seperti sebelum datangnya Jepang.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Ketika Perang Dunia ke II, Jepang ikut terjun dalam perang tersebut. Maka
muncul dugaan berdasarkan analisis politik akan terjadi peperangan di Lautan
Pasifik. Hal ini terbukti dengan meletusnya perang di Lautan Pasifik pada 8
Desember 1941 yang melibatkan Jepang di dalamnya. Perang ini disebut dengan
“Perang Asia Timur Raya” atau “Perang Pasifik”. Akibat dari perang tersebut
Belanda yang tergabung dalam front ABCD
(Amerika Serikat, Brittania/ Inggris, Cina, Dutch/ Belanda) melakukan perang
terhadap Jepang. Karena Jepang terlalu kuat maka Hindia Belanda-pun akhirnya
jatuh ke tangan Jepang setelah Belanda yang dibantu Sekutu melakukan berbagai
perlawanan tetapi tetap tidak mampu mengalahkan Jepang. Dan akhirnya Jepang
pada tanggal 10 Januari
1942 berhasil menduduki Indonesia yang berawal dari Kalimantan Timur yaitu di
daerah Tarakan kemudian Minahasa, Sulawesi, Balik Papan, dan Ambon. Dan di berbagai
kepulauan Indonesia lainnya, yang mengakibatkan terjadinya berbagai
pemberontakan-pemberontakan di berbagai daerah di seluruh Indonesia.
Daftar Pustaka
Buku :
Proyek Penelitian dan
Pencatatan Kebudayaan Daerah. 1997/1998. Sejarah
Daerah Kalimantan Timur. Jakarta: Depdikbud.
_____. 1997/1998. Sejarah Daerah
Kalimantan Selatan. Jakarta: Depdikbud.
_____. 1997/1998. Sejarah Daerah Kalimantan Tengah.
Jakarta: Depdikbud.
_____. 1997/1998. Sejarah Daerah Jambi. Jakarta:
Depdikbud.
_____. 1997/1998. Sejarah Daerah Bengkulu. Jakarta:
Depdikbud.
_____. 1997/1998. Sejarah Daerah Jawa Barat. Jakarta:
Depdikbud.
_____. 1997/1998. Sejarah Daerah Jawa Tengah. Jakarta: Depdikbud.
_____. 1997/1998. Sejarah Daerah DKI Jakarta. Jakarta:
Depdikbud.
_____. 1997/1998. Sejarah Daerah Yokyakarta. Jakarta:
Depdikbud.
_____. 1997/1998. Sejarah Daerah Nusa Tenggara Barat.
Jakarta: Depdikbud.
Internet :